RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti akan Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang berbuat kebagusan." (QS al-Ankabut: 69)
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti akan Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang berbuat kebagusan." (QS al-Ankabut: 69)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan -kematian- itu padamu." (QS al-Hijr: 99)
Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ingatlah akan nama Tuhanmu serta beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati, yakni hentikanlah segala pemikiran, untuk semata-mata menghadap kepadaNya." (QS al-Muzzammil: 8)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, iapun pasti akan mengetahuinya." (QS az-Zalzalah: 7)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apa saja -perbuatan baik- yang engkau sekalian berikan untuk dirimu sendiri, nanti pasti akan engkau sekalian dapati disisi Allah, keadaannya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya dan mohonlah pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (QS al-Muzzammil: 20)
Lagi firman Allah Ta'ala:
"Dan apa saja kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui." (QS al-Baqarah: 215)
Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:
95. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi :
"Barangsiapa memusuhi kekasihKu, maka Aku memberitahukan padanya bahwa ia akan Kuperangi - Kumusuhi.
Dan tidaklah seseorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih daripada apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya.
Dan tidaklah seseorang hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang sunnah sehingga akhirnya Aku mencintainya.
Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang sebagai telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Akulah matanya yang ia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil dan Akulah kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
Andaikata ia meminta sesuatu padaKu, pastilah Kuberi dan andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah Kulindungi." (Riwayat Bukhari)
Makna lafaz Aadzantuhu, artinya: "Aku (Allah) memberitahukan kepadanya (yakni orang yang mengganggu kekasihKu itu) bahwa Aku memerangi atau memusuhinya, sedang lafaz Ista'aadzanii, artinya "Ia memohonkan perlindungan padaKu. Ada yang meriwayatkan dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza bii dan ada yang meriwayatkan dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.
Keterangan:
Yang perlu kita resapkan dalam Hadis ini ialah:
(a) Hadis di atas adalah Hadis Qudsi.
(b) Kekasih Allah ialah orang yang amat taqwa kepadaNya dan orang yang memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rusak binasa sebab dimusuhi oleh Allah.
(c) Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih dulu penuhilah kewajiban-kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita itu,
(d) Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada Allah semua pendengarannya, penglihatannya,pengambilannya dan perjalanannya selalu diberi petunjuk oleh Allah sehingga cahaya Tuhan selalu ada di kanan kirinya.
96. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w. dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya 'Azzawajalla, firmanNya - ini juga Hadis Qudsi :
"Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas-gegas." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Hadis yang tercantum di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah atau bagi hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan kepada Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta memperlipat-gandakan pahalanya, juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya selama didunia sampai diakhirat.
Makin
besar dan banyak ketaatannya, makin pula besar dan bertambah-tambah
pahalanya. Manakala cara melakukan ketaatan itu dengan perlahan-lahan,
Allah bukannya memperlahan atau memperlambatkan pahalanya, tetapi bahkan
dengan segera dinilai pahalanya itu dengan penilaian yang luar biasa
tingginya.
Demikianlah tujuan dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam bish-shawaab.
97. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia yaitu kesehatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Lafaz Maghbuun dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipat-lipat dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat berarti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga limapuluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal, oleh Rasulullah s.a.w. diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesehatan tubuh dan kelapangan waktu yakni waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau modal untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.
Namun demikian sebagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki dua macam modal dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu, padahal sudah jelas pokok modalnya ialah kesehatan dan kelapangan waktu dan yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula yang menyebabkan akan dapat memperoleh laba yang besar sekali disisi Allah dan yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh sebagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini.
Baru orang itu mengerti besarnya kenikmatan sehat dan lapang diwaktu itu, apabila telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak kewajiban-kewajiban terhadap agama menjadi kocar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.
98. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadat dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang kemudian?"
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?" (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam mengulas apa yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa Rasulullah s.a.w. itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai berikut: "Sebenarnya tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahwa dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah s.a.w., juga semua nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya samasekali (ma'shum minadzdzunub).
Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Jadi tujuannya hanyalah untuk mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang didalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa mensyukuri kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya kepada manusia tersebut.
Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam itu."
99. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah itu apabila masuk hari sepuluh, maka ia menghidup-hidupkan malamnya dan membangunkan isterinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat pinggangnya."
Yang dimaksudkan ialah: Hari sepuluh artinya sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan (jadi antara tanggal 21 Ramadhan sampai habisnya bulan itu). Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita (yakni tidak berkumpul dengan isteri-isterinya), ada pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk perkara ini, artinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan segala waktu untuk merampungkannya.
100. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat Muslim)
101. Dan" Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya RasuluHah s.a.w. bersabda: "Ditutupilah neraka dengan berbagai kesyahwatan (keinginan) dan ditutupilah syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat, dari Muslim disebutkan dengan menggunakan kata huffat sebagai ganti kata hujibat, sedang artinya adalah sama, yaitu bahwa antara seseorang dengan neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau tabir ini dilakukannya, tentulah ia masuk ke dalamnya.
102. Dari Abu Abdillah, yaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari yang terkenal sebagai penyimpan rahasia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya bersembahyang beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka beliau membuka (dalam rakaat pertama) dengan surat al-baqarah.
Saya berkata: "Beliau ruku' pada ayat keseratus, kemudian berlalulah."
Saya berkata: "Beliau bersembahyang dengan bacaan tadi itu dalam satu rakaat, kemudian berlalu."
Selanjutnya saya berkata: "Beliau ruku' dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka (dalam rakaat kedua) dengan surat an-Nisa' lalu membacanya,kemudian membuka lagi (sebagai lanjutannya) surat ali Imran, kemudian membacanya.
Beliau s.a.w. membacanya itu dengan rapi sekali (tidak tergesa-gesa) jikalau melalui ayat yang didalamnya mengandung pentasbihan (memahasucikan) beliaupun mengucapkan tasbih, jikalau melalui ayat yang mengandung suatu permohonan, beliaupun memohon, jikalau melalui ayat yang menyatakan berta'awwudz (mohon perlindungan kepada Allah dari sesuatu yang tidak baik), beliaupun berta'awwudz (mohon perlindungan).
Kemudian beliau s.a.w. ruku' dan disitu beliau mengucapkan: Subhana rabbial 'azhim. Ruku'nya adalah seumpama saja dengan berdirinya (yakni perihal lamanya hampir sama belaka) selanjutnya beliau mengucapkan: Sami'allahu iiman hamidah. Rabbana lakal hamd," lalu berdiri dengan berdiri yang lama mendekati ruku'nya tadi. Seterusnya beliau bersujud lalu mengucapkan: Subhana rabbial a'la, maka sujudnya itu mendekati pula akan berdirinya (tentang lama waktunya)." (Riwayat Muslim)
Demikianlah tujuan dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam bish-shawaab.
97. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia yaitu kesehatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Lafaz Maghbuun dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipat-lipat dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat berarti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga limapuluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal, oleh Rasulullah s.a.w. diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesehatan tubuh dan kelapangan waktu yakni waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau modal untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.
Namun demikian sebagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki dua macam modal dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu, padahal sudah jelas pokok modalnya ialah kesehatan dan kelapangan waktu dan yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula yang menyebabkan akan dapat memperoleh laba yang besar sekali disisi Allah dan yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh sebagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini.
Baru orang itu mengerti besarnya kenikmatan sehat dan lapang diwaktu itu, apabila telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak kewajiban-kewajiban terhadap agama menjadi kocar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.
98. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadat dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang kemudian?"
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?" (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam mengulas apa yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa Rasulullah s.a.w. itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai berikut: "Sebenarnya tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahwa dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah s.a.w., juga semua nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya samasekali (ma'shum minadzdzunub).
Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Jadi tujuannya hanyalah untuk mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang didalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa mensyukuri kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya kepada manusia tersebut.
Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam itu."
99. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah itu apabila masuk hari sepuluh, maka ia menghidup-hidupkan malamnya dan membangunkan isterinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat pinggangnya."
Yang dimaksudkan ialah: Hari sepuluh artinya sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan (jadi antara tanggal 21 Ramadhan sampai habisnya bulan itu). Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita (yakni tidak berkumpul dengan isteri-isterinya), ada pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk perkara ini, artinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan segala waktu untuk merampungkannya.
100. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat Muslim)
101. Dan" Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya RasuluHah s.a.w. bersabda: "Ditutupilah neraka dengan berbagai kesyahwatan (keinginan) dan ditutupilah syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat, dari Muslim disebutkan dengan menggunakan kata huffat sebagai ganti kata hujibat, sedang artinya adalah sama, yaitu bahwa antara seseorang dengan neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau tabir ini dilakukannya, tentulah ia masuk ke dalamnya.
102. Dari Abu Abdillah, yaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari yang terkenal sebagai penyimpan rahasia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya bersembahyang beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka beliau membuka (dalam rakaat pertama) dengan surat al-baqarah.
Saya berkata: "Beliau ruku' pada ayat keseratus, kemudian berlalulah."
Saya berkata: "Beliau bersembahyang dengan bacaan tadi itu dalam satu rakaat, kemudian berlalu."
Selanjutnya saya berkata: "Beliau ruku' dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka (dalam rakaat kedua) dengan surat an-Nisa' lalu membacanya,kemudian membuka lagi (sebagai lanjutannya) surat ali Imran, kemudian membacanya.
Beliau s.a.w. membacanya itu dengan rapi sekali (tidak tergesa-gesa) jikalau melalui ayat yang didalamnya mengandung pentasbihan (memahasucikan) beliaupun mengucapkan tasbih, jikalau melalui ayat yang mengandung suatu permohonan, beliaupun memohon, jikalau melalui ayat yang menyatakan berta'awwudz (mohon perlindungan kepada Allah dari sesuatu yang tidak baik), beliaupun berta'awwudz (mohon perlindungan).
Kemudian beliau s.a.w. ruku' dan disitu beliau mengucapkan: Subhana rabbial 'azhim. Ruku'nya adalah seumpama saja dengan berdirinya (yakni perihal lamanya hampir sama belaka) selanjutnya beliau mengucapkan: Sami'allahu iiman hamidah. Rabbana lakal hamd," lalu berdiri dengan berdiri yang lama mendekati ruku'nya tadi. Seterusnya beliau bersujud lalu mengucapkan: Subhana rabbial a'la, maka sujudnya itu mendekati pula akan berdirinya (tentang lama waktunya)." (Riwayat Muslim)
0 komentar
Posting Komentar