Taubat - 1


By Admin on 10:40

RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI
Para alim-ulama berkata:
"Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang manusia yang lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.
Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.

Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlulhaq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati.
Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (QS an-Nur: 31)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (QS Hud: 3)
Dan lagi firmanNya:
"Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya." (QS at-Tahrim: 8)

Keterangan:
Taubat nashuha itu wajib dilakukan dengan memenuhi tiga macam syarat sebagaimana di bawah ini, yaitu:
(a) Semua hal-hal yang mengakibatkan diterapkannya siksa -karena berupa perbuatan yang dosa jika dikerjakan, wajib ditinggalkan secara sekaligus dan tidak diulangi lagi.
(b) Bertekad bulat dan teguh untuk memurnikan serta membersihkan diri sendiri dari semua perkara dosa tadi tanpa bimbang dan ragu-ragu.
(c) Segala perbuatannya jangan dicampuri apa-apa yang mungkin dapat mengotori atau sebab-sebab yang menjurus ke arah dapat merusakkan taubatnya itu.

13. Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya itu niscayalah memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)

14. Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, karena sesungguhnya saya ini bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim)

15. Dari Abu Hamzah yaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang jatuh diatas untanya dan oleh Allah ia disesatkan disuatu tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:
"Niscayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya ketika ia bertaubat kepadaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang berada diatas kendaraannya -yang dimaksud ialah untanya- dan berada di suatu tanah yang luas, kemudian menyingkirkan kendaraannya itu dari dirinya, sedangkan di situ ada makanan dan minumannya. Orang tadi lalu berputus-asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon terus tidur berbaring dibawah naungannya, sedang hatinya sudah berputus asa sama sekali dari kendaraannya tersebut. Tiba-tiba dikala ia berkeadaan sebagaimana di atas itu, kendaraannya itu tampak berdiri disisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Oleh sebab sangat gembiranya maka ia berkata: "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu". Ia menjadi salah ucapannya karena amat gembiranya."


Keterangan:
Jadi kegembiraan Allah Ta'ala dikala mengetahui ada hambaNya yang bertaubat itu adalah lebih sangat dari kegembiraan orang yang tersebut dalam ceritera di atas itu.

16. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya -yakni kerahmatanNya- diwaktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat - yakni di saat hampir tibanya hari kiamat, karena setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang." (Riwayat Muslim)

17. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Uraian dalam Hadis di atas sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surat Nisa', ayat 18 yang berbunyi:
"Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga dikala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian -sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah dikerongkongan- tiba-tiba ia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."

18. Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya -yakni ketika akan meninggal dunia."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

19. Dari Zir bin Hubaisy, katanya: "Saya mendatangi Shafwan bin 'Assal r.a. perlu menanyakan soal mengusap dua buah sepatu khuf (but). Shafwan berkata: "Apakah yang menyebabkan engkau datang ini, hai Zir?" Saya menjawab: "karena ingin mencari ilmu pengetahuan." Ia berkata lagi: "Sesungguhnya para malaikat itu meletakkan sayap-sayapnya -yakni berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau karena tunduk menghormat- kepada orang yang menuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang dicarinya."
Saya berkata: "Sebenarnya saya sudah tergerak dalam hatiku akan mengusap diatas dua buah sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil. Engkau adalah termasuk salah seorang sahabat Nabi s.a.w., maka dari itu saya datang ini untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan mengusap sepatu khuf itu daripadanya?" Shafwan menjawab: "Ya pernah. Rasulullah s.a.w. menyuruh kita semua, jikalau kita sedang dalam bepergian,supaya kita jangan melepaskan sepatu khuf kita selama tiga hari dengan malamnya sekali, kecuali jikalau kita terkena janabah, tetapi kalau hanya karena membuang air besar atau kecil atau karena sehabis tidur, bolehlah tidak usah dilepaskan."
Saya berkata lagi: "Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan cinta?" Dia menjawab: "Ya pernah. Pada suatu ketika kita bersama dengan Rasulullah s.a.w. dalam bepergian. Di kala kita berada di sisinya itu, tiba-tiba ada seorang a'rab (orang Arab dari pegunungan) memanggil beliau itu dengan suara yang keras sekali, katanya: "Hai Muhammad." Rasulullah s.a.w. menjawabnya dengan suara yang sekeras suaranya itu pula: "Mari kemari".
Saya berkata pada orang a'rab tadi: "Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu, sebab engkau ini benar-benar ada disisi Nabi s.a.w.,sedangkan aku dilarang semacam ini - yakni bersuara keras-keras dihadapannya-. "Orang a'rab itu berkata: "Demi Allah, saya tidak akan memperlahankan suaraku." Kemudian ia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ada orang mencintai sesuatu golongan, tetapi ia tidak dapat menyamai mereka -dalam hal amal perbuatannya serta cara mencari kesempurnaan kehidupan dunia dan akhiratnya. 
Nabi s.a.w. menjawab: "Seseorang itu dapat menyertai orang yang dicintai olehnya besok pada hari kiamat." Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kita, sehingga akhirnya menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya yakni sekiranya seseorang yang berkendaraan berjalan hendak menempuh jarak luasnya itu, maka jarak antara dua ujung pintu tadi adalah sejauh empat puluh atau tujuh puluh tahun."

Salah seorang yang meriwayatkan Hadis ini yaitu Sufyan mengatakan: "Di arah Syam pintu itu dijadikan oleh Allah Ta'ala sejak hari Dia menciptakan semua langit dan bumi, senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sehingga terbitlah matahari dari sebelah barat yakni dari dalam pintu tadi."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan lain-lainnya dan Imam Termidzi mengatakan bahwa Hadis ini adalah hasan shahih.

20. Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, lalu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. lapun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat."
Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. 

Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab disitu ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ketanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk."
Orang itu kemudian pergi sehingga diwaktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian. Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang ini samasekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun."
Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. 
Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat dibumi itu, kemana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya."

Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini -tempat asalnya- supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini -tempat yang hendak dituju- supaya engkau mendekat -maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini -yang dituju- adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya."

Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang tersebut bergerak -amat susah payah karena hendak mati- dengan dadanya kearah tempat yang dituju itu."
Keterangan:
Uraian Hadis ini menjelaskan perihal lebih utamanya berilmu pengetahuan dalam seluk-beluk agama, apabila dibandingkan dengan terus beribadat tanpa mengetahui bagaimana yang semestinya dilakukan. Juga menjelaskan perihal keutamaan 'uzlah atau mengasingkan diri disaat keadaan zaman sudah boleh dikatakan rusak binasa dan kemaksiatan serta kemungkaran merajalela di mana-mana.

22. Dari Abu Nujaid yaitu lmran bin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil karena perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had -hukuman- maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. 
Setelah bayinya lahir - lalu beliau s.a.w. memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya. Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata karena mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla." (Riwayat Muslim)

23. Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiallahu 'anhum bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seorang anak Adam - yakni manusia - itu memiliki selembah emas, ia tentu menginginkan memiliki dua lembah dan samasekali tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah –yaitu setelah mati- dan Allah menerima taubat kepada orang yang bertaubat." (Muttafaq 'alaih)

24. Dan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Subhanahu wa Ta'ala tertawa -merasa senang- kepada dua orang yang seorang membunuh pada lainnya, kemudian keduanya dapat memasuki syurga. Yang seorang itu berperang fisabilillah kemudian ia dibunuh, selanjutnya Allah menerima taubat atas orang yang membunuhnya tadi, kemudian ia masuk Islam dan selanjutnya dibunuh pula sebagai seorang syahid." (Muttafaq 'alaih)

Comment for "Taubat - 1"

0 komentar

Posting Komentar