RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI
21. Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia -yakni Abdullah- adalah pembimbing Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab -yakni ayahnya itu- sudah buta matanya, katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri ketika membelakang -artinya tidak mengikuti- Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk."
Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang -tidak mengikuti- Rasulullah s.a.w. dalam suatu peperanganpun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar.
Hanyasanya Rasulullah s.a.w. keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah diwaktu kita berjanji saling memperkokohkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan Badar dan sekalipun pula bahwa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya dikalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi.
21. Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia -yakni Abdullah- adalah pembimbing Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab -yakni ayahnya itu- sudah buta matanya, katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri ketika membelakang -artinya tidak mengikuti- Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk."
Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang -tidak mengikuti- Rasulullah s.a.w. dalam suatu peperanganpun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar.
Hanyasanya Rasulullah s.a.w. keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah diwaktu kita berjanji saling memperkokohkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan Badar dan sekalipun pula bahwa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya dikalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi.
Perihal
keadaanku ketika saya tidak mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam
peperangan Tabuk ialah bahwa saya sama-sekali tidak lebih kuat dan tidak
pula lebih ringan dalam perasaanku sewaktu saya tidak mengikuti
peperangan tersebut. Demi Allah saya belum pernah mengumpulkan dua buah
kendaraan sebelum adanya peperangan Tabuk itu, sedang untuk peperangan
ini saya dapat mengumpulkan keduanya.
Tidak
pula Rasulullah s.a.w. itu menghendaki suatu peperangan, melainkan
tentu beliau berniat pula dengan peperangan yang berikutnya sehingga
sampai terjadinya peperangan Tabuk. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam
peperangan Tabuk itu dalam keadaan panas yang sangat dan menghadapi
suatu perjalanan yang jauh lagi harus menempuh daerah yang sukar
memperoleh air dan tentulah pula akan menghadapi musuh yang jumlahnya
amat besar sekali.
Beliau
s.a.w. kemudian menguraikan maksudnya itu kepada seluruh kaum Muslimin
dan menjelaskan persoalan mereka, supaya mereka dapat bersiap untuk
menyediakan perbekalan peperangan mereka. Beliau s.a.w. memberitahukan
pada mereka dengan tujuan yang dikehendaki. Kaum Muslimin yang menyertai
Rasulullah s.a.w. itu banyak sekali, tetapi mereka itu tidak
terdaftarkan dalam sebuah buku yang terpelihara." Yang dimaksud oleh
Ka'ab ialah adanya buku catatan yang berisi daftar mereka itu.
Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahwa dirinya akan tersamarkan,selama tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya karena banyaknya orang yang mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh siapapun sebab catatannyapun tidak ada.
Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu dikala buah-buahan sedang enak-enaknya dan naungan-naungan dibawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusanpun yang saya selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahwa saya dapat sewaktu-waktu berangkat jikalau saya menginginkan.
Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahwa dirinya akan tersamarkan,selama tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya karena banyaknya orang yang mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh siapapun sebab catatannyapun tidak ada.
Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu dikala buah-buahan sedang enak-enaknya dan naungan-naungan dibawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusanpun yang saya selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahwa saya dapat sewaktu-waktu berangkat jikalau saya menginginkan.
Hal
yang sedemikian itu selalu saja mengulur-ulurkan waktu persiapanku,
sehingga orang-orang giat sekali untuk mengadakan perbekalan mereka,
sedangkan saya sendiri belum ada persiapan sedikitpun. Kemudian saya
pergi lagi lalu kembali pula dan tidak pula ada sesuatu urusan yang
dapat saya selesaikan.
Keadaan
sedemikian ini terus-menerus menyebabkan saya mengulur-ulurkan waktu
keberangkatanku, sehingga orang-orang banyak telah bergegas-gegas dan
majulah mereka yang hendak mengikuti peperangan itu. Saya bermaksud akan
berangkat kemudian dan selanjutnya tentu dapat menyusul mereka yang
berangkat lebih dulu.
Alangkah
baiknya sekiranya maksud itu saya laksanakan, tetapi kiranya yang
sedemikian tadi tidak ditakdirkan untuk dapat saya kerjakan. Dengan
begitu maka setiap saya keluar bertemu dengan orang-orang banyak setelah
berangkatnya Rasulullah s.a.w. itu, keadaan sekelilingku itu selalu
menyedihkan hatiku, karena saya mengetahui bahwa diriku itu hanyalah
sebagai suatu tuntunan yang dapat dituduh melakukan kemunafikan atau
hanya sebagai seseorang yang dianggap beruzur oleh Allah Ta'ala karena
termasuk golongan kaum yang lemah - tidak kuasa mengikuti peperangan.
Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di Tabuk, maka sewaktu beliau duduk dikalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik saja."
Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di Tabuk, maka sewaktu beliau duduk dikalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik saja."
Rasulullah
s.a.w. berdiam diri. Ketika beliau s.a.w. dalam keadaan seperti itu
lalu melihat ada seorang yang mengenakan pakaian serba putih yang
digerak-gerakkan oleh fatamorgana- sesuatu yang tampak semacam air dalam
keadaan yang panas terik di padang pasir - Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Engkaukah Abu Khaitsamah?" Memang orang itu adalah Abu Khaitsamah
al-Anshari dan ia adalah yang pernah bersedekah dengan sesha' kurma
ketika dicaci oleh kaum munafikin.
Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahwa Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana caranya supaya dapat terhindar dari kemurkaannya besok sekiranya beliau telah tiba.
Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahwa Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana caranya supaya dapat terhindar dari kemurkaannya besok sekiranya beliau telah tiba.
Sayapun
meminta bantuan untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dengan
setiap orang yang banyak mempunyai pendapat dari golongan keluargaku.
Setelah diberitahukan bahwa Rasulullah s.a.w. telah tiba maka lenyaplah
kebathilan dari jiwaku -yakni keinginan akan berdusta itu- sehingga saya
mengetahui bahwa saya tidak dapat menyelamatkan diriku dari
kemurkaannya itu dengan sesuatu apapun untuk selama-lamanya. Oleh sebab
itu saya menyatukan pendapat hendak mengatakan secara sebenarnya belaka.
Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk dihadapan orang banyak. Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang membelakang -tidak mengikuti peperangan- untuk mengemukakan alasan mereka dan mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak mengikuti itu ada delapan puluh lebih - tiga sampai sembilan.
Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk dihadapan orang banyak. Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang membelakang -tidak mengikuti peperangan- untuk mengemukakan alasan mereka dan mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak mengikuti itu ada delapan puluh lebih - tiga sampai sembilan.
Beliau
s.a.w. menerima alasan alasan yang mereka kemukakan secara terus terang
itu, juga membai'at -meminta janji setia- mereka serta memohonkan
pengampunan untuk mereka pula, sedang apa yang tersimpan dalam hati
mereka bulat-bulat diserahkan kepada Allah Ta'ala.
Demikianlah
sehingga sayapun datanglah menghadap beliau s.a.w. itu. Setelah saya
mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum bagaikan senyumnya orang
yang murka, kemudian bersabda: "Kemarilah!" Saya mendatanginya sambil
berjalan sehingga saya duduk dihadapannya, kemudian beliau s.a.w.
bertanya padaku: "Apakah yang menyebabkan engkau tertinggal bukankah
engkau telah membeli unta untuk kendaraanmu?"
Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah, andaikata saya duduk disisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, niscayalah saya berpendapat bahwa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikaruniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahwa andai kata saya memberitahukan kepada Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan karena perbuatanku itu.
Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah, andaikata saya duduk disisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, niscayalah saya berpendapat bahwa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikaruniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahwa andai kata saya memberitahukan kepada Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan karena perbuatanku itu.
Sebaliknya
jikalau saya memberitahukan kepada Tuan dengan ceritera yang sebenarnya
yang dengan demikian itu Tuan akan murka atas diriku dalam hal ini,
sesungguhnya saya hanyalah menginginkan keakhiran yang baik dari Allah
'Azzawajalla. Demi Allah, saya tidak beruzur sedikitpun - sehingga tidak
mengikuti peperangan itu. Demi Allah, sama sekali saya belum merasakan
bahwa saya lebih kuat dan lebih ringan untuk mengikutinya itu, yakni di
waktu saya membelakang daripada Tuan -sehingga jadi tidak ikut
berangkat."
Ka'ab
berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Tentang orang ini, maka
pembicaraannya memang benar - tidak berdusta. Oleh sebab itu bolehlah
engkau berdiri sehingga Allah akan memberikan keputusannya tentang
dirimu."
Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahwa engkau telah pernah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu.
Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan diriku -karena menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu- sehingga saya hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri.
Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahwa engkau telah pernah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu.
Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan diriku -karena menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu- sehingga saya hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri.
Kemudian
saya berkata kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang
menemui peristiwa sebagaimana hal yang saya temui itu?" Orang-orang itu
menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui keadaan seperti itu. Keduanya
berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap keduanya itupun
diucapkan - oleh Rasulullah s.a.w. - sebagaimana kata-kata yang
diucapkan padamu."
Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi."
Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan dimukaku bahwa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain."
Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi dikala mereka telah selesai menyebutkan tentang kedua orang tersebut.
Rasulullah s.a.w. melarang kita -kaum Muslimin- untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang diantara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu."
Ka'ab berkata: "Orang-orang menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya.
Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi."
Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan dimukaku bahwa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain."
Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi dikala mereka telah selesai menyebutkan tentang kedua orang tersebut.
Rasulullah s.a.w. melarang kita -kaum Muslimin- untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang diantara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu."
Ka'ab berkata: "Orang-orang menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya.
Adapun
dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu duduk-duduk
dirumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang
termuda dikalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapatkan ujian.
Oleh sebab itu sayapun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama
kaum Muslimin lain-lain dan juga suka berkeliling dipasar-pasar, tetapi
tidak seorangpun yang mengajak bicara padaku.
Saya
pernah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan mengucapkan salam padanya dan
beliau ada dimajelisnya sehabis shalat, kemudian saya berkata dalam
hatiku, apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salamku
itu ataukah tidak. Selanjutnya saya bersembahyang dekat sekali pada
tempatnya itu dan saya mengamat-amatinya dengan pandanganku. Jikalau
saya mulai mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau
saya menoleh padanya, beliaupun lalu memalingkan mukanya dari
pandanganku.
Demikian halnya, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum Muslimin itu terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding muka dari rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku -jadi sepupunya- dan ia adalah orang yang tercinta bagiku diantara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya hendak bertanya padamu karena Allah, apakah engkau mengetahui bahwa saya ini mencintai Allah dan RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, iapun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi.
Dikala saya berjalan dipasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri Syam (Palestina), yaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain menunjukkannya kearahku, sehingga orang itupun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristen.
Demikian halnya, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum Muslimin itu terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding muka dari rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku -jadi sepupunya- dan ia adalah orang yang tercinta bagiku diantara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya hendak bertanya padamu karena Allah, apakah engkau mengetahui bahwa saya ini mencintai Allah dan RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, iapun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi.
Dikala saya berjalan dipasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri Syam (Palestina), yaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain menunjukkannya kearahku, sehingga orang itupun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristen.
Saya
memang orang yang dapat menulis, maka surat itupun saya baca, dan
isinya adalah sebagai berikut: "Amma ba'd. Sebenarnya telah sampai
berita pada kami bahwa sahabatmu - yakni Muhammad s.a.w. - telah
menyeterumu. Allah tidaklah menjadikan engkau untuk menjadi orang hina
didunia ataupun orang yang dihilangkan hak-haknya. Maka dari itu
susullah kami -maksudnya datanglah ketempat kami- maka kami akan
menggembirakan hatimu."
Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk bencana pula," lalu saya menuju kedapur dengan membawa surat tadi kemudian saya membakarnya.
Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk bencana pula," lalu saya menuju kedapur dengan membawa surat tadi kemudian saya membakarnya.
Selanjutnya
setelah lepas waktu selama empatpuluh hari dari jumlah limapuluh hari,
sedang waktu agak terlambat datangnya tiba-tiba datanglah ditempatku
seorang utusan dari Rasulullah s.a.w., terus berkata: "Sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. memerintahkan padamu supaya engkau menyendirikan
isterimu." Saya bertanya: "Apakah saya harus menceraikannya ataukah apa
yang harus saya lakukan?" Ia berkata: "Tidak usah menceraikan, tetapi
menyendirilah daripadanya, jadi jangan sekali-kali engkau mendekatinya."
Rasulullah
s.a.w. juga mengirimkan utusan kepada kedua sahabat saya -yang senasib
di atas- sebagaimana yang dikirimkannya padaku. Oleh sebab itu lalu saya
berkata pada isteriku: "Susullah dulu keluargamu - maksudnya pergilah
ketempat kedua orang tuamu. Beradalah disisi mereka sehingga Allah akan
menentukan bagaimana kelanjutan peristiwa ini."
Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu berkata pada beliau: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah Tuan juga tidak senang andaikata saya tetap melayaninya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu - jangan berkumpul seketiduran denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak sama sekali pada sesuatupun dan demi Allah, ia senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini."
Sebagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta izin kepada Rasulullah s.a.w. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah s.a.w. juga telah mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah s.a.w., saya pun tidak tahu bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. sekiranya saya meminta izin pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya boleh tetap melayani diriku? Saya adalah seorang yang masih muda."
Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu -tanpa isteri- selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang bercakap-cakap dengan kita.
Selanjutnya saya bersembahyang Subuh pada pagi hari kelima puluh itu dimuka rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian dikala saya sedang duduk dalam keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu -yakni ketika kami bertiga sedang dikucilkan, jiwaku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tiba-tiba saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada diatas gunung Sala' - sebuah gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah."
Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu berkata pada beliau: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah Tuan juga tidak senang andaikata saya tetap melayaninya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu - jangan berkumpul seketiduran denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak sama sekali pada sesuatupun dan demi Allah, ia senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini."
Sebagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta izin kepada Rasulullah s.a.w. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah s.a.w. juga telah mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah s.a.w., saya pun tidak tahu bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. sekiranya saya meminta izin pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya boleh tetap melayani diriku? Saya adalah seorang yang masih muda."
Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu -tanpa isteri- selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang bercakap-cakap dengan kita.
Selanjutnya saya bersembahyang Subuh pada pagi hari kelima puluh itu dimuka rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian dikala saya sedang duduk dalam keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu -yakni ketika kami bertiga sedang dikucilkan, jiwaku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tiba-tiba saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada diatas gunung Sala' - sebuah gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah."
Segera
setelah mendengar itu, sayapun bersujud -syukur- dan saya meyakinkan
bahwa telah ada kelapangan yang datang untukku. Rasulullah s.a.w. telah
memberitahukan pada orang-orang banyak bahwa taubat kita bertiga telah
diterima oleh Allah 'Azzawajalla, yaitu diwaktu beliau bersembahyang
Subuh. Maka orang-orangpun menyampaikan berita gembira itu pada kita dan
ada pula pembawa-pembawa kegembiraan itu yang mendatangi kedua
sahabatku - yang senasib.
Ada
seorang yang dengan cepat-cepat melarikan kudanya serta bergegas-gegas
menuju ketempatku dari golongan Aslam - namanya Hamzah bin Umar
al-Aslami. Ia menaiki gunung dan suaranya itu kiranya lebih cepat
terdengar olehku daripada datangnya kuda itu sendiri. Setelah dia datang
padaku yakni orang yang kudengar suaranya tadi, iapun memberikan berita
gembira padaku, kemudian saya melepaskan kedua bajuku dan saya berikan
kepadanya untuk dipakai, sebagai hadiah dari berita gembira yang
disampaikannya itu. Demi Allah, saya tidak mempunyai pakaian selain
keduanya tadi pada hari itu. Maka sayapun meminjam dua buah baju -dari
orang lain- dan saya kenakan lalu berangkat menuju ke tempat Rasulullah
s.a.w.
Orang-orang menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata: "Semoga gembiralah hatimu karena Allah telah menerima taubatmu itu." Demikian akhirnya saya memasuki masjid, disitu Rasulullah s.a.w. sedang duduk dan di sekelilingnya ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorangpun dari golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan melupakan peristiwa itu untuk Thalhah.
Ka'ab berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. beliau tampak berseri-seri wajahnya karena gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi Tuan sendiri ya Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah 'Azzawajalla". Rasulullah s.a.w. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar indah,seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu.
Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebagian hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bagianku yang ada di tanah Khaibar."
Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahwa saya tidak akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama kehidupanku yang masih tertinggal." Demi Allah, belum pernah saya melihat seseorangpun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi cobaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya menyebutkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. yang jadinya lebih baik dari yang telah dicobakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah s.a.w. sampai pada hariku ini dan sesungguhnya sayapun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tertinggal untukku."
Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang artinya: "Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS at-Taubah: 117-119)
Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengaruniakan kenikmatan padaku sama sekali setelah saya memperoleh petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini, yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang saya sampaikan kepada Rasulullah s.a.w., sebab saya tidak mendustainya, sehingga andaikata demikian tentulah saya akan rusak sebagaimana kerusakan yang dialami oleh orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kerusakan agama bagi dirinya, akhlak dan lain-lain.
Orang-orang menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata: "Semoga gembiralah hatimu karena Allah telah menerima taubatmu itu." Demikian akhirnya saya memasuki masjid, disitu Rasulullah s.a.w. sedang duduk dan di sekelilingnya ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorangpun dari golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan melupakan peristiwa itu untuk Thalhah.
Ka'ab berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. beliau tampak berseri-seri wajahnya karena gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi Tuan sendiri ya Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah 'Azzawajalla". Rasulullah s.a.w. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar indah,seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu.
Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebagian hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bagianku yang ada di tanah Khaibar."
Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahwa saya tidak akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama kehidupanku yang masih tertinggal." Demi Allah, belum pernah saya melihat seseorangpun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi cobaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya menyebutkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. yang jadinya lebih baik dari yang telah dicobakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah s.a.w. sampai pada hariku ini dan sesungguhnya sayapun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tertinggal untukku."
Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang artinya: "Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS at-Taubah: 117-119)
Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengaruniakan kenikmatan padaku sama sekali setelah saya memperoleh petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini, yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang saya sampaikan kepada Rasulullah s.a.w., sebab saya tidak mendustainya, sehingga andaikata demikian tentulah saya akan rusak sebagaimana kerusakan yang dialami oleh orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kerusakan agama bagi dirinya, akhlak dan lain-lain.
Sesungguhnya
Allah Ta'ala telah berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika
diturunkannya wahyu, yaitu suatu kata-kata terburuk yang pernah
diucapkan kepada seseorang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya: "Mereka
akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika engkau kembali kepada
mereka, supaya engkau dapat membiarkan mereka. Sebab itu berpalinglah
dari mereka itu, sesungguhnya mereka itu kotor dan tempatnya adalah
neraka Jahanam, sebagai pembalasan dari apa yang mereka lakukan. Mereka
bersumpah kepadamu supaya engkau merasa senang kepada mereka, tetapi
biarpun engkau merasa senang kepada mereka, namun Allah tidak senang
kepada kaum yang fasik itu." (QS at-Taubah: 95-96)
Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. perihal alasan-alasan mereka itu, yaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah s.a.w. telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam peristiwa tersebut."
Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. perihal alasan-alasan mereka itu, yaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah s.a.w. telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam peristiwa tersebut."
Allah
Ta'ala berfirman: "Dan juga kepada tiga orang yang ditinggalkan." Yang
dimaksud adalah Rasulullah s.a.w. meninggalkan kita bertiga tadi dan
menunda urusan kita, dengan tujuan untuk memisahkan dari orang-orang
yang bersumpah dan mengemukakan alasan-alasan padanya, kemudian
menyampaikan masing-masing keuzurannya dan selanjutnya beliau s.a.w.,
menerima alasan-alasan mereka tersebut." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah s.a.w. keluar untuk berangkat ke peperangan Tabuk pada hari Kamis dan memang beliau s.a.w. suka sekali kalau keluar pada hari Kamis itu."
Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Beliau s.a.w. tidak datang dari sesuatu perjalanan melainkan diwaktu siang didalam saat dhuha dan jikalau beliau s.a.w. telah datang, maka lebih dulu masuk kedalam masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat lalu duduk didalamnya."
Keterangan:
Secara jelasnya makna Khullifuu dalam ayat di atas itu ialah: ditangguhkannya tiga orang itu perihal dimaafkannya dan ditundanya untuk diterima taubatnya sehingga limapuluh hari limapuluh malam lamanya.
Jadi Khullifuu bukan bermaksud ditinggalkannya orang tiga di atas oleh Rasulullah s.a.w. dan sahabat-sahabatnya ketika tidak mengikuti perang Tabuk.
Oleh sebab itu orang lain yang tidak mengikuti perang Tabuk dan berani bersumpah serta mengemukakan alasan-alasan yang beraneka macamnya, lalu dimaafkan oleh Nabi s.a.w. dan tidak ikut dikucilkan, tidak dapat dimasukkan dalam golongan "Tiga orang yang ditinggalkan" tersebut. Jadi diterima atau tidaknya alasan yang mereka kemukakan itu belum dapat dipastikan kebenarannya, sebab yang Maha Mengetahui hanyalah Allah Ta'ala sendiri. Jelasnya kalau benar alasannya, tentulah dimaafkan oleh Allah, sedang kalau tidak, tentu saja ada siksanya bagi orang yang berdusta itu, apabila Allah tidak mengampuninya. Adapun tiga orang di atas sudah pasti dimaafkan dan juga telah diterima taubatnya.
0 komentar
Posting Komentar