Tukang Coding
TreTans, 17:14

Menganjurkan Untuk Menambah-nambah Kebaikan Pada Akhir-akhir Umur


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:
"Bukankah Kami telah memberikan umur yang cukup kepadamu semua. Dalam masa itu orang yang mau mengerti dapatlah mengambil pengertian dan orang yang memberikan peringatanpun telah datang padamu semua." (QS Fathir: 37)

Ibnu Abbas serta para muhaqqiq (ahli penyelidik agama) mengatakan bahwa artinya umur cukup itu ialah: Bukankah Kami telah memberikan padamu semua umur sampai enampuluh tahun. Penegasan ini dikuatkan pula oleh Hadis yang akan kami sebutkan dibelakang Insya Allah. Diterangkan pula oleh ulama-ulama yang lain bahwa maknanya itu ialah delapanbelas tahun. Ada pula yang mengatakan empatpuluh tahun. Keterangan ini diucapkan oleh Al-hasan, Alkalbi dan Masruq, juga dikutip dari keterangan Ibnu Abbas yang lain. Mereka itu mengutip pula bahwa para ahli Madinah, apabila seseorang dari mereka itu telah mencapai umur empat puluh tahun, maka selalulah ia menghabiskan waktunya untuk beribadat. Ada pula yang mengatakan bahwa umur cukup itu artinya ialah jikalau telah baligh.

Adapun firman Allah Ta'ala yang artinya: "Telah pula datang padamu semua seorang yang bertugas memberikan peringatan." Ibnu Abbas dan Jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud itu ialah Nabi s.a.w. Ada lagi yang menerangkan bahwa maksudnya itu ialah adanya uban. Ini diucapkan oleh 'Ikrimah, Ibnu 'Uyainah dan lain-lainnya.
Wallahu a'lam.

Adapun Hadis-hadisnya ialah:
112. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Allah tetap menerima uzur (alasan) seseorang yang diakhirkan ajalnya, sehingga ia berumur enampuluh tahun." (Riwayat Bukhari)

Para ulama berkata bahwa maknanya itu ialah Allah tidak akan membiarkan (tidak menerima) uzur seseorang yang sudah berumur enampuluh tahun itu, sebab telah dilambatkan oleh Allah sampai masa yang setua itu.
Dikatakan: Azarar rajulu: apabila ia sangat banyak mengemukakan keuzurannya.

113. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Umar r.a. memasukkan diriku(*) dalam barisan sahabat-sahabat tua yang pernah mengikuti perang Badar. Maka sebagian orang-orang tua itu seolah-olah ada yang merasakan tidak enak dalam jiwanya, lalu berkata: "Mengapa orang ini masuk beserta kita,sedangkan kita mempunyai anak-anak yang sebaya umurnya dengan dia?" Umar kemudian menjawab: "Sebenarnya dia itu sebagaimana yang engkau semua ketahui (maksudnya bahwa Ibnu Abbas itu diasuh dalam rumah kenabian dan ia adalah sumber ilmu pengetahuan dan berbagai pendapat yang tepat)."

Selanjutnya pada suatu hari Umar memanggil saya, lalu memasukkan saya bersama-sama dengan para orang tua di atas. Saya tidak mengerti bahwa Umar memanggil saya pada hari itu, melainkan hanya untuk memperlihatkan keadaan saya kepada mereka itu. Umar itu berkata: "Bagaimanakah pendapat saudara-saudara mengenai firman Allah - yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan."
Maka sebagian para sahabat tua-tua itu berkata: "Maksudnya ialah kita diperintah supaya memuji kepada Allah serta memohonkan pengampunan daripadaNya jikalau kita diberi pertolongan serta kemenangan." Sebagian mereka yang lain diam saja dan tidak mengucapkan sepatah katapun.

Umar lalu berkata kepadaku: "Adakah demikian itu pula pendapatmu, hai Ibnu Abbas?" Saya lalu menjawab: "Tidak." Umar bertanya lagi: "Jadi bagaimanakah pendapatmu?" Saya menjawab: "Itu adalah menunjukkan tentang ajal Rasulullah s.a.w., Allah telah memberi tahukan pada beliau tentang dekat tibanya ajal itu. Jadi Allah berfirman - yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan dari Allah serta kemenangan," maka yang sedemikian itu adalah sebagai tanda datangnya ajalmu. Oleh sebab itu maka memaha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan padaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."
Umar r.a. lalu berkata: "Memang, saya sendiri tidak mempunyai pendapat selain daripada seperti apa yang telah engkau ucapkan itu." (Riwayat Bukhari)

(*) Maksudnya memasukkan diriku (yakni Ibnu Abbas) dikalangan golongan orang-orang yang sudah tua-tua yang pernah mengikuti peperangan Badar dahulu, untuk diajak bermusyawwarat atau memecahkan persoalan-persoalan yang penting. Padahal Ibnu Abbas (namanya sendiri Abdullah) adalah seorang pemuda. Oleh sebab itu diantara orang tua-tua itu ada yang tidak enak hati atau marah-marah.

114. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Tidaklah Rasulullah s.a.w. bersembahyang sesuatu shalat setelah turunnya ayat: Idza ja-a nashrullahi walfathu (Apabila telah tiba pertolongan dari Allah dan kemenangan), melainkan dalam shalatnya itu selalu mengucapkan: Subhanaka rabbana wa bihamdik. Allahummaghfirli (Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah berilah pengampunan padaku.)" (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat yang tertera dalam kedua kitab shahih - yakni Bukhari dan Muslim, disebutkan dari Aisyah pula demikian:
"Rasulullah s.a.w. itu memperbanyakkan ucapannya dalam ruku' dan sujudnya yaitu: Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika, Allahummaghfirli (Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah, berikanlah
pengampunan padaku)," beliau mengamalkan benar-benar apa-apa yang menjadi isi al-Quran.

Makna: Yata-awwalul Quran ialah mengamalkan apa-apa yang diperintahkan pada beliau itu yang tersebut dalam al-Quran, yakni dalam firman Allah Ta'ala: Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, artinya: Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada TuhanMu dan mohonlah pengampunan kepadaNya.

Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Rasulullah s.a.w. itu memperbanyak ucapannya sebelum wafatnya, yaitu: Subhanaka wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaMu).
Aisyah berkata: Saya berkata: "Hai Rasulullah, apakah artinya kalimat-kalimat yang saya lihat Tuan baru mengucapkannya itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Itu dijadikan sebagai alamat bagiku untuk ummatku, jikalau saya telah melihat alamat tersebut. Itu saya ucapkan apabila telah datang pertolongan dari Allah dan kemenangan." Beliau membaca surat an-Nashr itu sampai selesai.

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan:
"Rasulullah s.a.w. memperbanyakkan ucapan: Subhanallah wabihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih (Maha Suci Allah dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaNya, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaNya).
Aisyah berkata: Saya berkata: "Ya Rasulullah, saya lihat Tuan selalu memperbanyak ucapan: Subhanallah wa bihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih."
Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Tuhanku telah memberitahukan kepadaku bahwasanya aku akan melihat sesuatu alamat untuk ummatku. Jikalau saya melihatnya itu, maka aku memperbanyakkan ucapan Subhanallah wa bihamdih astaghfirullah wa atubu ilaih. Kini aku telah melihat alamat tersebut, yaitu jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan yakni dengan dibebaskannya kota Makkah. Dan engkau melihat para manusia masuk dalam agama Allah dengan berduyun-duyun. Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan kepadaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."

116. Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Dibangkitkan setiap hamba itu (dari kuburnya), menurut apa yang ia mati atasnya." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis ini menyerukan setiap manusia muslim lagi mu'min agar senantiasa berbuat kebaikan kepada siapapun, mengerjakan apa-apa yang diridhai Allah, menetapi sunnah-sunnahnya Rasulullah s.a.w. dalam segala waktu, tempat dan keadaan. Juga menyerukan supaya terus menerus memiliki keikhlasan hati dalam mengamalkan segala hal semata-mata untuk Allah Ta'ala jua, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
Kepentingannya ialah agar disaat kita ditemui oleh ajal, maka kematian kitapun menetapi keadaan sebagaimana yang tersebut di atas itu, sehingga pada hari kita diba'ats atau dibangunkan dari kubur nanti, keadaan kitapun sebagaimana halnya apa yang kita tetapi sewaktu kita berada di dunia ini. Semogalah kita memperoleh husnul-khatimah atau penghabisan yang bagus dan terpuji.

115. Dari Anas r.a., katanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla senantiasa mengikutkan terus (sambung menyambung) dalam menurunkan wahyu kepada Rasulullah s.a.w. sebelum wafatnya sehingga beliau itu wafat, disitulah sebagian besar wahyu diturunkan." (Muttafaq 'alaih)

Tukang Coding
TreTans, 17:09

Bersungguh-sungguh - 2


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

103. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya bersembahyang beserta Rasulullah s.a.w. pada suatu malam, maka beliau memperpanjangkan berdirinya, sehingga saya bersengaja untuk melakukan sesuatu yang tidak baik."
Ia ditanya: "Dan apakah hal yang tidak baik yang engkau sengajakan itu?" Ibnu Mas'ud r.a. menjawab: "Saya bersengaja hendak duduk saja dan meninggalkan beliau - tidak terus berma'mum padanya." (Muttafaq 'alaih)

104. Dari Anas r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Mengikuti kepada seseorang mayit itu tiga hal, yaitu keluarganya, hartanya serta amalnya. Kemudian kembalilah yang dua macam dan tertinggallah yang satu. Kembalilah keluarga serta hartanya dan tertinggallah amalnya." (Muttafaq 'alaih)

105. Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Syurga itu lebih dekat pada seseorang diantara engkau sekalian daripada ikat terumpahnya, nerakapun demikian pula." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksud Hadis di atas itu ialah bahwa untuk mencapai syurga atau neraka itu mudah sekali. Jika seseorang ingin mendapatkan syurga tentulah wajib mempunyai kesengajaan yang benar, melakukan ketaatan dan kebaktian kepada Tuhan, melaksanakan semua perintah dan  menjauhi semua laranganNya, tetapi jika ingin memasuki neraka - semoga kita dilindungi Allah dari siksa neraka itu, tentulah dengan jalan mengikuti apa saja yang menjadi kehendak hawa nafsu, menuruti kemauan syaitan dan melakukan apa saja yang berupa kemaksiatan dan kemungkaran.

106. Dari Abu Firas yaitu Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami, pelayan Rasulullah s.a.w. dan ia termasuk pula dalam golongan ahlussuffah (yakni kaum fakir miskin) r.a. katanya: "Saya bermalam beserta Rasulullah s.a.w., kemudian saya mendatangkan untuknya dengan air wudhu'nya serta hajatnya (maksudnya pakaian dan lain-lain). Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Memintalah padaku!" Saya berkata: "Saya meminta kepada Tuan untuk menjadi kawan Tuan di dalam syurga." Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Apakah tidak ada yang selain itu?" Saya menjawab: "Sudah, itu sajalah."

Beliau lalu bersabda: "Kalau begitu tolonglah aku (untuk melaksanakan permintaanmu itu) dengan memaksa dirimu sendiri untuk memperbanyak bersujud (maksudnya engkaupun harus pula berusaha untuk terlaksananya permtntaan tersebut dengan jalan memperbanyak menyembah Allah)." (Riwayat Muslim)

107. Dari Abu Abdillah, juga dikatakan dengan nama Abu Abdir Rahman yaitu Tsauban r.a., hamba sahaya Rasulullah s.a.w., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hendaklah engkau memperbanyak bersujud, sebab sesungguhnya engkau tidaklah bersujud kepada Allah sekali sujudan melainkan dengannya itu Allah mengangkatmu sederajat dan dengannya pula Allah menghapuskan satu kesalahan dari dirimu." (Riwayat Muslim)

108. Dari Abu Shafwan yaitu Abdullah bin Busr al-Aslami r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sebaik-baik manusia ialah orang yang panjang usianya dan baik kelakuannya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

109. Dari Anas r.a., katanya: "Pamanku, yaitu Anas bin an-Nadhr r.a. tidak mengikuti peperangan Badar, kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya tidak mengikuti pertama-tama peperangan yang Tuan lakukan untuk memerangi kaum musyrikin. Jikalau Allah mempersaksikan saya (menakdirkan saya ikut menyaksikan) dalam memerangi kaum musyrikin (pada waktu yang akan datang), niscayalah Allah akan memperlihatkan apa yang akan saya perbuat.

Ketika pada hari peperangan Uhud, kaum Muslimin menderita kekalahan, lalu Anas - bin an-Nadhr - itu berkata: "Ya Allah, saya mohon keuzuran ( pengampunan) padaMu daripada apa yang dilakukan oleh mereka itu (yang dimaksudkan ialah kawan-kawannya karena meninggalkan tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh Nabi s.a.w.) juga saya berlepas diri (maksudnya tidak ikut campur tangan) padaMu daripada apa yang dilakukan oleh mereka (yang dimaksudkan ialah kaum musyrikin yang memerangi kaum Muslimin).

Selanjutnya iapun majulah, lalu Sa'ad bin Mu'az menemuinya. Anas bin an-Nadhr berkata: "Hai Sa'ad bin Mu'az, marilah menuju syurga. Demi Tuhan yang menguasai Ka'bah (Baitullah), sesungguhnya saya dapat menemukan bau harum syurga itu dari tempat didekat Uhud."
Sa'ad berkata: "Saya sendiri tidak sanggup melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh  Anas itu, ya Rasulullah."

Anas (yang merawikan Hadis ini yakni Anas bin Malik kemanakan Anas bin an-Nadhr) berkata; "Maka kami dapat menemukan dalam tubuh Anas bin an-Nadhr itu delapan puluh buah lebih pukulan pedang ataupun tusukan tombak ataupun lemparan panah. Kita menemukannya telah terbunuh dan kaum musyrikin telah pula mencabik-cabiknya. Oleh sebab itu seorangpun tidak dapat mengenalnya lagi, melainkan saudara perempuannya saja, karena mengenal jari-jarinya."

Anas (perawi Hadis ini) berkata: "Kita sekalian mengira atau menyangka bahwasanya ayat ini turun untuk menguraikan hal Anas bin an-Nadhr itu atau orang-orang yang seperti dirinya, yaitu ayat yang artinya: "Di antara kaum mu'minin itu ada beberapa orang yang menempati apa yang dijanjikan olehnya kepada Allah," sampai seterusnya ayat tersebut. (Muttafaq 'alaih)

Lafaz Layuriannallah, diriwayatkan dengan dhammahnya ya' dan kasrahnya ra', artinya: Niscayalah Allah akan memperlihatkan yang sedemikian itu -apa-apa yang dilakukannya- kepada orang banyak. Diriwayatkan pula dengan fathah keduanya - ya' dan ra'nya - dan maknanya sudah jelas - yaitu: Niscayalah Allah akan melihat apa-apa yang dilakukan olehnya. Jadi membacanya ialah: Layara-yannallah. Wallahu aiam.

Keterangan:
Anas bin an-Nadhr r.a. mengatakan kepada Rasulullah s.a.w. bahwa dalam peperangan yang pertama yakni perang Badar tidak ikut, kemudian dalam peperangan kedua, yakni perang Uhud ikut menyertai pasukan ummat Islam melawan kaum kafirin dan musyrikin. Kemudian ia berkata di hadapan Rasulullah s.a.w. sebagai janjinya, andaikata ia mengikuti, niscaya Allah akan menampakkan apa yang hendak dilakukan olehnya atau Allah pasti mengetahui apa yang hendak diperbuatnya.

Ia mengatakan sebagaimana di atas itu setelah selesai perang Badar dan belum lagi terjadi perang Uhud. Yang hendak diperbincangkan di sini ialah mengenai kata-kata Anas tersebut berbunyi Maa ashna-'u, artinya: Apa-apa yang akan saya lakukan. Mengapa ia tidak berkata saja: Aku akan bertempur mati-matian sampai titik darah yang penghabisan, sebagaimana yang biasa dikatakan oleh orang-orang di zaman kita sekarang ini. Nah, inilah yang perlu kita bahas sekedarnya.

Al-lmam al-Qurthubi dalam mengupas kata-kata Anas r.a. yaitu Maa ashna-'u itu menjelaskan demikian:
Ucapan Sayidina Anas r.a., juga sekalian para sahabat Rasulullah s.a.w. selalu mengandung makna yang dalam. Anas r.a. misalnya, dalam menyatakan janjinya akan mengikuti peperangan bila nanti terjadi peperangan lagi dengan hanya mengatakan: Maa ashna-'u, itu mempunyai kandungan bermacam-macam, umpamanya:
(a) Ia tidak memiliki sifat kesombongan dan ketakaburan dan oleh sebab itu tidak mengatakan bahwa ia akan berjuang mati-matian sampai hilangnya jiwa yang dimilikinya dan amat berharga itu. Orang yang sombong itu umumnya tidak menepati janji yang diucapkan. Kadang-kadang baru melihat musuh sudah lari terbirit-birit atau sebelum melihatnya saja sudah tidak tampak hidungnya.
(b) Anas r.a. sengaja memperkokohkan ucapannya sendiri dan benar-benar dipenuhi. Diri dan jiwanya akan betul-betul dikurbankan untuk meluhurkan kalimat Allah yakni agama Islam dengan jalan melawan musuh yang sengaja menyerbu negara dan hendak melenyapkan agama yang diyakini kebenarannya itu.
(c) Ia hendak berusaha keras memenangkan peperangan dan mencurahkan segala daya dan kekuatannya tanpa ada ketakutan sedikitpun akan tibanya ajal, sebab setiap manusia pasti mengalami kematian, hanya jatannya yang berbeda-beda.
(d) Ia takut kalau-kalau apa yang hendak dilakukan nanti itu belum memadai apa yang diucapkan, sebab mengingat bahwa segala gerakan hati dapat saja diubah-ubah oleh Allah Ta'ala. Mungkin hari ini putih, tetapi besoknya sudah menjadi hitam. Itulah yang dikuatirkan olehnya, sehingga semangatnya yang asalnya menyala-nyala, tiba-tiba mengendur tanpa disadari.

Selanjutnya setelah terjadi perang Uhud ia menunjukkan perjuangan yang sebenar-benarnya, sampai-sampai terciumlah olehnya bau-bauan dari syurga dan akhirnya ia gugur sebagai pahlawan syahid fi-sabilillah.

Untuk menegaskan janji Anas r.a. inilah Allah Ta'ala berfirman dalam al-Quran: Artinya: "Di kalangan kaum mu'minin itu ada beberapa orang (seperti sahabat Anas) yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah dan sungguh-sungguh memenuhi janjinya itu. Diantara mereka ada yang menemui ajalnya - sebagai pahlawan syahid - dan ada juga yang masih menanti-nantikan -yakni ingin mendapatkan kematian syahid dan oleh sebab itu tidak mundur setapakpun menghadapi musuh. Itulah orang-orang mu'min yang tidak berubah pendiriannya sedikitpun." (QS al- Ahzab: 23)

110. Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Anshari al-Badri r.a., katanya: "Ketika ayat sedekah turun, maka kita semua mengangkat sesuatu di atas punggung-punggung kita (untuk memperoleh upah dari hasil mengangkatnya itu untuk disedekahkan). Kemudian datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak benar jumlahnya. Orang-orang berkata: "Orang itu adalah sengaja berpamer saja (memperlihatkan amalannya kepada sesama manusia dan tidak karena Allah Ta'ala dalam melakukannya). Ada pula orang lain yang datang kemudian bersedekah dengan barang sesha' (dari kurma). Orang-orang berkata: "Sebenarnya Allah pastilah tidak memerlukan makanan sesha'nya orang ini." Selanjutnya turun pulalah ayat - yang artinya: "Orang-orang yang mencela kaum mu'minin yang memberikan sedekah dengan sukarela dan pula mencela orang-orang yang tidak mendapatkan melainkan menurut kadar kekuatan dirinya," dan seterusnya ayat itu - yakni firmanNya: "Lalu mereka memperolok-olokkan mereka. Allah akan memperolok-olokkan para pencela itu dan mereka yang berbuat sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih." (QS at-Taubah: 79) (Muttafaq 'alaih)

Nuhamilu dengan dhammahnya nun dan menggunakan ha' muhmalah, artinya ialah setiap orang dari kita sekalian mengangkat di atas punggung masing-masing dengan memperoleh upah dan upah itulah yang disedekahkannya.

111. Dari Said bin Abdul Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khawlani dari Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah r.a. dari Nabi s.a.w., dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahwasanya Allah berfirman - ini adalah Hadis Qudsi:
"Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan pada diriku sendiri akan menganiaya dan menganiaya itu Kujadikan haram di antara engkau sekalian. Maka dari itu, janganlah engkau sekalian saling menganiaya.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu tersesat, kecuali orang yang Kuberi petunjuk. Maka itu mohonlah petunjuk padaKu, engkau semua tentu Kuberi petunjuk itu.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu lapar, kecuali orang yang Kuberi makan. Maka mohonlah makan padaKu, engkau semua tentu Kuberi makanan itu.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian. Maka mohonlah pakaian padaKu, engkau semua tentu Kuberi pakaian itu.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu berbuat kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku inilah yang mengampunkan segala dosa. Maka mohon ampunlah padaKu, pasti engkau semua Kuampuni.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu tidak dapat membahayakan Aku. Maka andaikata dapat, tentu engkau semua akan membahayakan Aku. Lagi pula engkau semua itu tidak dapat memberikan kemanfaatan padaKu. Maka andaikata dapat, tentu engkau semua akan memberikan kemanfaatan itu padaKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula -awal- hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati seseorang yang paling taqwa dari antara engkau semua, hal itu tidak akan menambah keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula -awal- hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati seseorang yang paling curang dari antara engkau semua, hal itu tidak akan dapat mengurangi keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula -awal- hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama berdiri disuatu tempat yang tinggi di atas bumi, lalu tiap seseorang meminta sesuatu padaKu dan tiap-tiap satu Kuberi menurut permintaannya masing-masing, hal itu tidak akan mengurangi apa yang menjadi milikKu, melainkan hanya seperti jarum bila dimasukkan ke dalam laut - jadi berkurangnya hanyalah seperti air yang melekat pada jarum tadi.
Wahai hamba-hambaKu, hanyasanya semua itu adalah amalan-amalanmu sendiri. Aku menghitungnya bagimu lalu Aku memberikan balasannya. Maka barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji kepada Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, hendaklah jangan menyesali kecuali pada dirinya sendiri."

Said berkata: "Abu Idris itu apabila menceriterakan Hadis ini, ia duduk diatas kedua lututnya." (Riwayat Muslim)
Kami juga meriwayatkannya dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ia berkata: "Tidak sebuahpun Hadis bagi ahli Syam yang lebih mulia dari Hadis ini."

Keterangan:
Hadis yang diriwayatkan oleh Nabi s.a.w. dan berasal dari Allah semacam Hadis di atas ini juga Hadis no. 11 dan no. 95 disebut Hadis Qudsi (suci). Bedanya dengan al-Quran ialah kalau al-Quran merupakan mu'jizat sedang Hadis Qudsi tidak. Lagi pula hanya dengan membaca saja pada al-Quran itu sudah merupakan ibadat. Yang penting kita perhatikan ialah:
(a) Menganiaya itu adalah benar-benar besar dosanya dan doanya orang yang dianiaya itu tidak akan ditolak oleh Allah yakni pasti dikabulkan sebagaimana sabda Nabi s.a.w.: "Takutlah pada doanya orang yang dianiaya, sekalipun ia itu kaf'ir karena sesungguhnya saja tidak ada tabir yang menutup antara doa orang itu dengan Allah."
(b) Semua dosa itu dapat diampuni oleh Allah asal kita mohon ampun serta bertaubat kecuali syirik (menyekutukan Allah), sebagaimana dalam al-Quran disebutkan: "Sesungguhnya Allah tidak suka mengampuni kalau Dia disekutukan dengan lainNya dan Dia suka mengampuni yang selain itu pada orang yang dikehendaki olehNya."
(c) Kalau kita taat pada Allah, melakukan semua perintahNya, ini bukan berarti bahwa Allah butuh kita taati. Kita taat atau tidak bagi Allah tetap saja. Maka bukannya kalau kita taat, Allah tambah mulia atau kalau kita ingkar lalu Allah kurang kemuliaanNya. Itu tidak sama sekali. Hanya saja Allah menyediakan tempat kesenangan (syurga) bagi orang yang taat dan tempat siksa (neraka) bagi orang yang ingkar.
(d) Orang yang amat taqwa yang dimaksudkan dalam Hadis ini ialah Nabi Muhammad s.a.w. dan yang paling curang itu ialah syaitan (setan) sebab syaitan itu dahulunya bernama Izazil dan termasuk dalam golongan jin.
(e) Begitu banyaknya air laut, kalau isinya hanya dikurangi oleh jarum yang melekat disitu, maka kekurangan itu tidak berarti samasekali. Begitulah perumpamaannya andaikata Allah mengabulkan semua permohonan makhlukNya.

Tukang Coding
TreTans, 17:00

Bersungguh-sungguh - 1


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti akan Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang berbuat kebagusan." (QS al-Ankabut: 69)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan -kematian- itu padamu." (QS al-Hijr: 99)

Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ingatlah akan nama Tuhanmu serta beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati, yakni hentikanlah segala pemikiran, untuk semata-mata menghadap kepadaNya." (QS al-Muzzammil: 8)

Allah Ta'ala juga berfirman:
"Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, iapun pasti akan mengetahuinya." (QS az-Zalzalah: 7)

Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apa saja -perbuatan baik- yang engkau sekalian berikan untuk dirimu sendiri, nanti pasti akan engkau sekalian dapati disisi Allah, keadaannya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya dan mohonlah pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (QS al-Muzzammil: 20)

Lagi firman Allah Ta'ala:
"Dan apa saja kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui." (QS al-Baqarah: 215)

Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:

95. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi :
"Barangsiapa memusuhi kekasihKu, maka Aku memberitahukan padanya bahwa ia akan Kuperangi - Kumusuhi.
Dan tidaklah seseorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih daripada apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya.
Dan tidaklah seseorang hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang sunnah sehingga akhirnya Aku mencintainya.
Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang sebagai telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Akulah matanya yang ia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil dan Akulah kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
Andaikata ia meminta sesuatu padaKu, pastilah Kuberi dan andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah Kulindungi." (Riwayat Bukhari)

Makna lafaz Aadzantuhu, artinya: "Aku (Allah) memberitahukan kepadanya (yakni orang yang mengganggu kekasihKu itu) bahwa Aku memerangi atau memusuhinya, sedang lafaz Ista'aadzanii, artinya "Ia memohonkan perlindungan padaKu. Ada yang meriwayatkan dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza bii dan ada yang meriwayatkan dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.

Keterangan:
Yang perlu kita resapkan dalam Hadis ini ialah:
(a) Hadis di atas adalah Hadis Qudsi.
(b) Kekasih Allah ialah orang yang amat taqwa kepadaNya dan orang yang memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rusak binasa sebab dimusuhi oleh Allah.
(c) Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih dulu penuhilah kewajiban-kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita itu,
(d) Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada Allah semua pendengarannya, penglihatannya,pengambilannya dan perjalanannya selalu diberi petunjuk oleh Allah sehingga cahaya Tuhan selalu ada di kanan kirinya.

96. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w. dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya 'Azzawajalla, firmanNya - ini juga Hadis Qudsi :
"Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas-gegas." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:
Hadis yang tercantum di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah atau bagi hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan kepada Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta memperlipat-gandakan pahalanya, juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya selama didunia sampai diakhirat.

Makin besar dan banyak ketaatannya, makin pula besar dan bertambah-tambah pahalanya. Manakala cara melakukan ketaatan itu dengan perlahan-lahan, Allah bukannya memperlahan atau memperlambatkan pahalanya, tetapi bahkan dengan segera dinilai pahalanya itu dengan penilaian yang luar biasa tingginya.
Demikianlah tujuan dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam bish-shawaab.

97. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia yaitu kesehatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:
Lafaz Maghbuun dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipat-lipat dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat berarti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga limapuluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal, oleh Rasulullah s.a.w. diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesehatan tubuh dan kelapangan waktu yakni waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau modal untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.

Namun demikian sebagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki dua macam modal dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu, padahal sudah jelas pokok modalnya ialah kesehatan dan kelapangan waktu dan yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula yang menyebabkan akan dapat memperoleh laba yang besar sekali disisi Allah dan yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh sebagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini.

Baru orang itu mengerti besarnya kenikmatan sehat dan lapang diwaktu itu, apabila telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak kewajiban-kewajiban terhadap agama menjadi kocar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.

98. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadat dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang kemudian?"
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?" (Muttafaq 'alaih)

Ini adalah menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam mengulas apa yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa Rasulullah s.a.w. itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai berikut: "Sebenarnya tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahwa dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah s.a.w., juga semua nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya samasekali (ma'shum minadzdzunub).

Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Jadi tujuannya hanyalah untuk mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang didalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa mensyukuri kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya kepada manusia tersebut.

Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam itu."

99. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah itu apabila masuk hari sepuluh, maka ia menghidup-hidupkan malamnya dan membangunkan isterinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat pinggangnya."

Yang dimaksudkan ialah: Hari sepuluh artinya sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan (jadi antara tanggal 21 Ramadhan sampai habisnya bulan itu). Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita (yakni tidak berkumpul dengan isteri-isterinya), ada pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk perkara ini, artinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan segala waktu untuk merampungkannya.

100. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat Muslim)

101. Dan" Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya RasuluHah s.a.w. bersabda: "Ditutupilah neraka dengan berbagai kesyahwatan (keinginan) dan ditutupilah syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat, dari Muslim disebutkan dengan menggunakan kata huffat sebagai ganti kata hujibat, sedang artinya adalah sama, yaitu bahwa antara seseorang dengan neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau tabir ini dilakukannya, tentulah ia masuk ke dalamnya.

102. Dari Abu Abdillah, yaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari yang terkenal sebagai penyimpan rahasia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya bersembahyang beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka beliau membuka (dalam rakaat pertama) dengan surat al-baqarah.
Saya berkata: "Beliau ruku' pada ayat keseratus, kemudian berlalulah."
Saya berkata: "Beliau bersembahyang dengan bacaan tadi itu dalam satu rakaat, kemudian berlalu."
Selanjutnya saya berkata: "Beliau ruku' dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka (dalam rakaat kedua) dengan surat an-Nisa' lalu membacanya,kemudian membuka lagi (sebagai lanjutannya) surat ali Imran, kemudian membacanya.

Beliau s.a.w. membacanya itu dengan rapi sekali (tidak tergesa-gesa) jikalau melalui ayat yang didalamnya mengandung pentasbihan (memahasucikan) beliaupun mengucapkan tasbih, jikalau melalui ayat yang mengandung suatu permohonan, beliaupun memohon, jikalau melalui ayat yang menyatakan berta'awwudz (mohon perlindungan kepada Allah dari sesuatu yang tidak baik), beliaupun berta'awwudz (mohon perlindungan).

Kemudian beliau s.a.w. ruku' dan disitu beliau mengucapkan: Subhana rabbial 'azhim. Ruku'nya adalah seumpama saja dengan berdirinya (yakni perihal lamanya hampir sama belaka) selanjutnya beliau mengucapkan: Sami'allahu iiman hamidah. Rabbana lakal hamd," lalu berdiri dengan berdiri yang lama mendekati ruku'nya tadi. Seterusnya beliau bersujud lalu mengucapkan: Subhana rabbial a'la, maka sujudnya itu mendekati pula akan berdirinya (tentang lama waktunya)." (Riwayat Muslim)

Tukang Coding
TreTans, 16:58

Bersegera Kepada Kebaikan Dan Menganjurkan Kepada Orang Yang Menuju Kebaikan Supaya Menghadapinya Dengan Sungguh-sungguh Tanpa Keragu-raguan


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:
"Maka berlomba-lombalah engkau sekalian untuk mengerjakan berbagai kebaikan." (QS al-Baqarah: 148)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan bersegeralah engkau sekalian menuju pada pengampunan dari Tuhanmu dan juga memasuki syurga yang luasnya adalah seperti langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (QS ali-lmran: 133)

Adapun Hadis-hadisnya ialah:
87. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersegeralah engkau sekalian untuk melakukan amalan-amalan (yang bagus-bagus) sebelum datangnya bermacam-macam fitnah yang diumpamakan sebagai potongan-potongan dari malam yang gelap gulita."
Berpagi-pagi seseorang itu menjadi orang mu'min dan bersore-sore menjadi orang kafir, ada lagi yang bersore-sore masih sebagai seorang mu'min, tetapi berpagi-pagi telah menjadi seorang kafir. Orang itu menjual agamanya dengan harta dari keduniaan." (Riwayat Muslim)

Hadis ini memberikan suatu isyarat bahwa pada akhir zaman nanti akan banyak sekali terjadi berbagai macam fitnah dan datang secara beruntun-runtun. Setiap satu macam fitnah telah lenyap, lalu disusul pula oleh fitnah yang lainnya. Semoga kita dikaruniai keselamatan oleh Allah.

88. Dari Abu Sirwa'ah yaitu 'Uqbah bin al-Harits r.a., katanya: "Saya bersembahyang dibelakang Nabi s.a.w. di Madinah yakni shalat 'ashar. Kemudian setelah bersalam beliau s.a.w. lalu berdiri bergegas-gegas, terus melangkahi leher orang-orang banyak untuk menuju kesalah satu bilik isterinya. Orang-orang banyak yang takut karena melihat bergegas-gegasnya beliau itu.

Selanjutnya Nabi s.a.w. keluar lagi menemui sahabat-sahabatnya itu lalu mengetahui bahwa mereka itu benar-benar terheran-heran karena bergegas-gegasnya tadi. Beliau s.a.w. lalu bersabda:"Saya ingat pada sepotong emas yang ada ditempatku, maka saya tidak senang kalau benda itu mengganggu fikiranku - untuk menghadap Allah Ta'ala. Oleh sebab itu saya menyuruh supaya benda tadi dibagi-bagikan." (Riwayat Bukhari)

Dan disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari yang lain demikian: "Saya meninggalkan dirumah sepotong emas dari hasil sedekah, maka saya tidak senang kalau sampai menginapkannya."
At-tibru, artinya ialah potongan-potongan emas atau perak.

89. Dari Jabir r.a., katanya: Ada seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w. pada hari perang Uhud: "Bagaimanakah pendapat Tuan jikalau saya terbunuh, dimanakah tempatku?" Nabi s.a.w. bersabda: "Dalam syurga." Orang tersebut lalu melemparkan beberapa buah kurma yang masih di tangannya kemudian berperang sehingga ia dibunuh - mati syahid." (Muttafaq 'alaih)

90. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, sedekah manakah yang teragung pahalanya?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu jikalau engkau bersedekah, sedangkan engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir - merasa sayang mengeluarkan sedekah itu, karena takut menjadi fakir dan engkau amat mengharap-harapkan untuk menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai dikerongkongan lalu berkata: "Untuk si Fulan itu, yang ini dan untuk si Fulan ini, yang itu, sedangkan orang yang engkau maksudkan itu telah memiliki apa yang hendak kau berikan." (Muttafaq 'alaih)

Hulqum adalah jalan pernafasan sedang mari' adalah jalan makan dan minuman.

91. Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengambil pedangnya pada hari perang Uhud, kemudian bersabda: "Siapakah yang suka mengambil pedang ini daripadaku?" Orang-orang sama mengacungkan tangannya masing-masing, yakni setiap orang dari sahabat-sahabat itu berbuat demikian sambil berkata: "Saya, saya." Beliau berkata lagi: "Siapakah yang dapat mengambilnya dengan menunaikan haknya?" Orang-orang semuanya berdiam diri. Selanjutnya Abu Dujanah (namanya sendiri Simak bin Kharsah) berkata: "Saya dapat mengambil pedang itu dengan menunaikan haknya." Pedang itu lalu digunakan oleh Abu Dujanah untuk memenggal kepala-kepala kaum musyrikin." (Riwayat Muslim)

92. Dari Zubair bin 'adiy, katanya: "Kita semua mendatangi Anas bin Malik r.a., kemudian kita mengadukan padanya perihal apa yang kita temui dari perlakuan Hajjaj -seorang panglima dari dinasti Bani Umayyah dan ia adalah seorang zalim, lalu Anas berkata: "Bersabarlah engkau sekalian, sebab sesungguhnya saja tidaklah datang sesuatu zaman melainkan apa yang sesudahnya itu tentu lebih buruk daripada zaman itu sendiri, demikian itu sehingga engkau sekalian menemui Tuhanmu. Ucapan semacam ini pernah saya dengar dari Nabimu sekalian s.a.w. (Riwayat Bukhari)

93. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersegeralah engkau sekalian melakukan amalan-amalan (yang baik) sebelum datangnya tujuh macam perkara. Apakah engkau sekalian menantikan (enggan melakukan dulu), melainkan setelah tibanya kefakiran yang melalaikan, atau tibanya kekayaan yang menyebabkan kecurangan, atau tibanya kesakitan yang merusakkan, atau tibanya usia tua yang menyebabkan ucapan-ucapan yang tidak keruan lagi, atau tibanya kematian yang mempercepatkan (lenyapnya segala hal), atau tibanya Dajjal, maka ia adalah seburuk-buruk makhluk ghaib yang ditunggu, atau tibanya hari kiamat, maka hari kiamat itu adalah lebih besar bencananya serta lebih pahit penanggunggannya."
Diriwayatkan oleh ImamTermidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

94. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda pada hari perang Khaibar: "Niscayalah bendera ini akan kuberikan kepada seseorang leiaki yang mencintai Allah dan RasulNya, Allah akan membebaskan (beberapa benteng musuh) atas kedua tangannya."

Umar r.a. berkata: "Saya tidak menginginkan keimarahan (kepemimpinan dimedan perang) melainkan pada hari itu belaka kemudian saya bersikap untuk menonjolkan diri pada Nabi s.a.w. dengan harapan agar saya dipanggil untuk memegang bendera itu.
Tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil Ali bin Abu Thalib r.a., lalu memberikan bendera tadi padanya dan beliau s.a.w. bersabda: "Berjalanlah dan jangan menoleh-noleh lagi sehingga Allah akan membebaskan (benteng-benteng musuh) atasmu."

Ali berjalan beberapa langkah kemudian berhenti dan tidak menoleh, kemudian berteriak: "Ya Rasulullah, atas dasar apakah saya akan memerangi para manusia?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Perangilah mereka sehingga mereka suka menyaksikan bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Apabila orang itu telah berbuat demikian, maka tercegahlah mereka itu daripadamu, baik darah dan harta mereka, melainkan dengan haknya, sedang hisab mereka itu adalah tergantung pada Allah." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Maksud dari Hadis di atas itu ialah bahwa yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. kepada Sayidina Ali r.a. dan seluruh pasukannya ialah memerangi manusia-manusia musyrik yakni yang menyembah selain Allah atau yang tidak mempercayai adanya Allah serta keesaanNya dan tidak pula mempercayai tentang diutusnya Nabi Muhammad s.a.w.

Tetapi apabila mereka suka mengikuti seruan agama Islam yang benar, samasekali tidak boleh diganggu, baik keselamatan jiwa ataupun harta mereka. Namun demikian, manakala hak atau ketentuan agama Islam menghendaki, boleh saja seseorang itu dibunuh, seperti orang yang sengaja membunuh orang lain. Jadi sekalipun sudah masuk Islam wajib pula dibunuh sebagai qishash atau balasan pembunuhannya.

Demikian pula seperti dipotong tangan karena mencuri yang sudah mencapai batas untuk bolehnya dipotong ataupun diberi hukuman pukul (didera) serta dirajam, menurut ketentuannya sendiri-sendiri, jika melakukan perzinaan dan lain-lain lagi. Inilah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi s.a.w. "Kecuali dengan haknya. Mengenai hisab atau perhitungan amal perbuatan mereka adalah menjadi urusan, Allah Ta'ala sendiri."

Perlu dimaklumi bahwa golongan Ahlulkitab yakni kaum yang beragama Nasrani atau Yahudi, tidak boleh secara langsung diperangi. Mereka diperbolehkan memilih salah satu diantara dua hal yakni membayar pajak. Ini adalah pilihan yang pertama. Jika mereka suka melaksanakan itu, merekapun wajib dilindungi keselamatan diri dan hartanya. Tetapi jikalau enggan, maka pilihan kedua boleh dilaksanakan, yaitu boleh diperangi.

Tukang Coding
TreTans, 16:54

Bertindak Lurus


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:
"Maka bertindak luruslah engkau sebagaimana engkau diperintahkan." (QS Hud: 112)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka itu bertindak lurus (berpendirian teguh), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dan berkata): "Jangan engkau semua takut dan jangan pula berdukacita dan terimalah berita gembira memperoleh syurga yang telah dijanjikan kepadamu semua. "Kami (Allah) menjadi pelindungmu semua dalam kehidupan dunia dan pada hari kemudian. Disitu engkau semua memperoleh apa-apa yang menjadi keinginan hatimu dan disitu pula engkau semua mendapatkan apa saja yang engkau semua minta. "Hidangan dari Tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang." (QS Fushshilat: 30-32)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka bertindak lurus (berpendirian teguh dalam kebenaran) maka mereka tidak akan merasa takut dan tidak akan merasa berdukacita. "Merekalah yang dapat menempati syurga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan dari apa-apa yang mereka lakukan." (QS al-Ahqaf: 13-14)

85. Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan namanya Abu 'Amrah, Sufyan bin Abdullah r.a., katanya: "Saya bertanya: Ya Rasulullah, katakanlah padaku dalam Islam tentang suatu ucapan yang saya tidak akan menanyakan lagi pada seseorang selain Tuan."
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Katakanlah, saya beriman kepada Allah kemudian bertindak luruslah* (berpegang teguhlah pada kebenaran)." (Riwayat Muslim)

Maksudnya bertindak lurus itu ialah: Kalau kita telah mengaku beriman pada Allah, hendaklah kita jangan segan berlaku yang benar dan jujur, misalnya benar-benar memperjuangkan cita-cita Islam. Maka jangan hanya menamakan dirinya itu seorang Islam sekedar hanya pengakuan kosong belaka, tetapi berlakulah yang benar sebagai seorang Muslim.

86. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersengajalah secara sederhana (tidak sangat muluk-muluk ataupun teledor) dan bertindak luruslah, juga ketahuilah bahwasanya tidak seseorangpun yang dapat selamat karena amalnya." Para sahabat bertanya: "Sekalipun Tuan sendiri juga tidak (dapat diselamatkan oleh amalnya) ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sayapun tidak dapat, kecuali jikalau Allah menutupi diriku (memberikan karunia padaku) dengan kerahmatan daripadaNya serta dengan keutamaanNya." (Riwayat Muslim)

Para ulama berkata: Makna istiqamah, yaitu tetap taat kepada Allah Ta'ala. Mereka mengatakan bahwa istiqamah itu adalah termasuk dari golongan jawami'ul kalim (yakni sedikit kata-katanya tetapi luas pengertiannya) dan istiqamah itulah yang merupakan kenizhaman segala perkara.

Wa billahit taufik.

Tukang Coding
TreTans, 16:51

Yakin Dan Tawakal - 2


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

78. Dari Jabir r.a. bahwasanya ia berperang bersama Nabi s.a.w. didaerah dekat Najad - yakni perang Dzatur Riqa'. Setelah Rasulullah s.a.w. kembali (dari perjalanannya) iapun kembali pula beserta mereka, kemudian mereka memperoleh tidur siang dalam suatu lembah yang banyak pohon durinya. Rasulullah s.a.w. turun dan orang-orang lainpun berteduh di bawah pohon. Rasulullah s.a.w. itu turun di bawah pohon samurah kemudian menggantungkan pedangnya disitu.
Kita semua tidur, tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil-manggil kita dan disisinya ada seorang A'rab (orang Arab dari pegunungan), lalu beliau s.a.w. bersabda: "Orang ini telah mengacungkan pedangku padaku, sedang saya tidur tadi, kemudian saya bangun, sedangkan pedang itu terhunus ditangannya, ia berkata: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini?" Saya menjawab: "Allah" sampai tiga kali.
Tetapi beliau s.a.w. tidak menghukum orang (yang akan membunuhnya) tadi dan beliaupun duduklah. (Muttafaq 'aiaih)

Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan: Jabir berkata: "Kita semua bersama-sama Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Dzatur Riqa', kemudian datanglah kita pada pohon yang rindang (nyaman digunakan sebagai tempat berteduh), pohon itu kita biarkan untuk digunakan oleh Rasulullah s.a.w., kemudian datanglah seseorang lelaki dari golongan kaum musyrikin sedangkan pedang Rasulullah s.a.w. digantungkan pada pohon tersebut. Orang itu menghunus pedangnya lalu berkata: "Adakah engkau takut padaku?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Tidak." Orang itu berkata lagi: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. menjawab: "Allah."

Disebutkan pula dalam riwayat lainnya lagi yaitu riwayat Abu Bakar al-lsma'ili dalam kitab shahihnya demikian: Orang itu berkata: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. bersabda: "Allah," kemudian jatuhlah pedang itu dari tangannya.
Selanjutnya pedang itu diambil oleh Rasulullah s.a.w., lalu bersabda: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari padaku ini?" Orang tadi berkata: "Jadilah engkau (hai Muhammad) sebaik-baiknya orang yang dimintai perlindungan." Rasulullah s.a.w. bersabda pula: "Sukakah engkau menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya ini utusan Allah?" Ia menjawab: "Tidak suka aku demikian, tetapi saya berjanji padamu bahwa saya tidak akan memerangi lagi padamu dan tidak pula akan menyertai kaum yang memerangi engkau."

Oleh Rasulullah s.a.w. orang tersebut dilepaskan jalannya (dibebaskan), kemudian ia mendatangi sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Saya telah datang padamu sekalian ini dari sisi sebaik-baik manusia (yang dimaksud ialah baru datang dari Nabi Muhammad s.a.w.).

79. Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore-sore kembali dengan perut penuh berisi."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Adapun makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi harinya pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.

80. Dari Abu 'Umarah, yaitu Albara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Fulan, jikalau engkau bertempat di tempat tidurmu (maksudnya jikalau hendak tidur) maka katakanlah (doa yang artinya): "Ya Allah, saya menyerahkan diriku padaMu, saya menghadapkan mukaku padaMu, saya menyerahkan urusanku padaMu, saya menempatkan punggungku padaMu, karena loba akan pahalaMu dan takut siksaMu, tiada tempat bersembunyi dan tiada pula tempat keselamatan kecuali kepadaMu. Saya beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang Engkau rasulkan. "
"Sesungguhnya engkau (hai Fulan), jikalau engkau mati pada malam harimu itu, maka engkau akan mati menetapi kefithrahan (agama Islam) dan jikalau engkau masih dapat berpagi-pagi (masih tetap hidup sampai pagi harinya), maka engkau dapat memperoleh kebaikan." (Muttafaq 'alaih)

Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim, dari Albara', katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada-ku: "Jikalau engkau mendatangi tempat pembaringanmu - maksudnya hendak tidur, maka berwudhu'lah sebagaimana berwudhu'mu untuk bersembahyang, kemudian berbaringlah atas lambung kananmu, kemudian ucapkanlah......." Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas, selanjutnya pada penutupnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jadikanlah ucapan tersebut di atas itu sebagai penghabisan sesuatu yang engkau ucapkan (maksudnya sehabis berdoa di atas, jangan lagi berkata yang lain-lain)."

81. Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Abdullah bin Usman bin 'Amir bin 'Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalibal-Qurasyi at-Taimi r.a., ia dan ayahnya, juga ibunya semuanya adalah termasuk golongan para sahabat radhiallahu 'anhum, katanya: "Saya melihat pada kaki kaum musyrikin sedang kita berada dalam guha dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kita, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu melihat kebawah kakinya, pasti mereka akan dapat melihat tempat kita ini." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Apakah yang engkau sangka itu, hai Abu Bakar bahwa kita ini hanya berdua saja. Allah adalah yang ketiga dari kita ini (maksudnya senantiasa melindungi kita)." (Muttafaq 'alaih)

82. Dari Ummul Mu'minin Ummu Salamah dan namanya sendiri adalah Hindun binti Abu Umayyahyaitu Hudzaifah al-Makhzumiyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. itu apabila keluar dari rumahnya, bersabda - yang artinya: "Dengan menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah." "Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan kepadaMu kalau-kalau saya sampai tersesat atau disesatkan, tergelincir (dari kebenaran) atau digelincirkan, menganiaya atau dianiaya, menjadi bodoh (tidak mengerti sesuatu) ataupun dianggap bodoh oleh orang
lain atas diriku."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan lain-lainnya dengan sanad-sanad yang shahih. Termidzi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Hadis di atas adalah menurut lafaznya Imam Abu Dawud.

83. Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan, yakni ketika keluar dari rumahnya: Bismillah, tawakkaltu 'alallah wala haula wala quwwata illabitlah - artinya: Dengan menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah, maka kepada orang itu dikatakanlah: "Engkau telah diberi petunjuk, telah pula dicukupi keperluanmu, jika telah diberi penjagaan. Syaitanpun menyingkirlah dari orang tersebut."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan Nasa'i serta lain-lainnya. Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Abu Dawud menambahkan lalu berkata: "Bahwa syaitan yang satu berkata kepada syaitan lainnya: "Bagaimana engkau dapat menggoda orang yang telah diberi petunjuk telah dicukupi dan telah pula diberi penjagaan."

84. Dari Anas r.a., katanya: "Ada dua orang bersaudara pada zaman Nabi s.a.w. salah seorang dari keduanya itu datang kepada Nabi s.a.w., yang lainnya lagi bekerja. Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi s.a.w. mengenai saudaranya -yang menganggur itu- lalu beliau s.a.w. bersabda: "Barangkali engkau diberi rezeki (oleh Allah) itu adalah dengan sebab adanya saudaramu (yang engkau beri pertolongan makan dan lain-lain) itu."
Diriwayatkan oleh Termidzi dengan isnad shahih atas syarat Muslim.

Tukang Coding
TreTans, 16:49

Yakin Dan Tawakal - 1


RIYADHUS SHALIHIN - IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:
"Setelah orang-orang yang beriman itu melihat pasukan musuh mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan RasulNya itu berkata benar. Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang beriman tadi melainkan keimanan dan penyerahan bulat-bulat." (QS al-Ahzab: 22)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Para manusia berkata kepada orang-orang yang beriman itu: "Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk melawan engkau semua, oleh karena itu takutlah kepada mereka." Tetapi hal itu makin menambah keimanan mereka. Mereka menjawab: Allah cukup menjadi pelindung kita dan sebaik-baiknya yang dijadikan tempat bertawakkal. Kemudian mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan keutamaan dari Allah, mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan mereka mengikuti keridhaan Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung." (QS ali-lmran: 173-174)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan bertawakkallah kepada Tuhan yang Maha Hidup yang tidak akan mati." (QS al-Furqan: 58)

Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang yang beriman itu sama bertawakkal," (QS Ibrahim: 11)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Jikalau engkau telah bulat tekad (untuk melaksanakan sesuatu) maka bertawakkallah kepada Allah." (QS ali-lmran: 159)
Ayat-ayat mengenai hal bertawakal itu banyak dan dapat dimaklumi.

Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia pasti mencukupi untuknya." (QS at-Thalaq: 3)
Lagi firmannya Allah Ta'ala:
"Hanyasanya orang-orang yang beriman itu, ialah mereka yang apabila disebutkan nama Allah, maka hati mereka itu menjadi ketakutan, juga apabila ayat-ayatNya dibacakan kepada mereka, maka bertambah-tambahlah keimanan mereka dan mereka itu sama bertawakkal kepada Tuhannya." (QS al-Anfal: 2)

Ayat-ayat perihal keutamaan bertawakkal itupun banyak pula dan dapat pula diketahui.

Keterangan:
Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan ketawakkalan kepada Allah Ta'ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan. Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju. Anehnya ia meminta yang enak-enak belaka. Orang semacam di atas itu rupanya berpendapat, bahwa tidak perlu ia belajar, jika Tuhan menghendaki ia menjadi orang pandai, tentu pandai juga nantinya. Juga tidak perlu bekerja, jika Tuhan menghendaki ia menjadi kaya, tentu kaya juga nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu ia berobat, jika Tuhan menghendaki sembuh tentu sehat kembali pula.

Semuanya itu samalah halnya dengan orang yang sedang lapar, sekalipun macam-macam makanan di hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika Tuhan menghendaki kenyang, tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga. Cara berfikir semacam di atas itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan membuat kesengsaraan diri sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri.

Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda dimuka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang.

Hal yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan.
Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda: Artinya: "Ikatlah dulu lalu bertawakkallah."

Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam. Jikalau kita sudah dapat meletakkan arti tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat sekali dipuji dan pasti kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta'ala akan menjamin bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing sebagairnana halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong perut, sedang pada sore harinya telah menjadi kenyang.

Selain itu Allah berfirman bahwa sifat-sifat kaum mu'minin itu diantaranya ialah selalu bertawakkal kepada Allah Ta'ala dengan pengertian tawakkal yang tidak disalah-mengertikan.
FirmanNya:
"Hanyasanya orang-orang yang beriman itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi gentarlah hati mereka dan apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah jualah mereka bertawakkal." (QS al-Anfal: 2)

Yang perlu kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah: Dalam mengejar cita-cita, supaya dapat berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat kesabaran, juga wajib disertai sifat tawakkal ini. Karena yang menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib lebih besar pula sabar dan tawakkalnya, misalnya ingin menjadi seorang yang alim, ingin memajukan agama, ingin mendirikan sesuatu negara yang benar-benar diridhai oleh Allah Ta'ala, ingin melaksanakan hukum-hukum dan syariat Islam dalam negara dan lain-lain sebagainya.

Setelah bersabar dan bertawakkal wajib pula disertai doa, memohon kepada Allah semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan berdoa dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah.

Adapun Hadis-hadisnya ialah:
74. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dipertontonkanlah padaku berbagai ummat, maka saya melihat ada seorang Nabi dan besertanya adalah sekelompok manusia kecil (antara tiga orang sampai sepuluh), ada pula Nabi dan besertanya adalah seorang lelaki atau dua orang saja, bahkan ada pula seorang Nabi yang tidak disertai seseorangpun. Tiba-tiba diperlihatkanlah padaku suatu gerombolan manusia yang besar, lalu saya mengira bahwa mereka itulah ummatku.

Lalu dikatakanlah padaku: "Ini adalah Musa dengan kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk (sesuatu sudut)." Kemudian sayapun melihatnya, lalu saya lihatlah dan tiba-tiba tampaklah disitu suatu gerombolan ummat yang besar juga. Selanjutnya dikatakan pula kepadaku: "Kini lihatlah pula ke ufuk yang lain lagi itu." Tiba-tiba di situ terdapatlah suatu kelompok yang besar pula, lalu dikatakanlah padaku: "Inilah ummatmu dan beserta mereka itu ada sejumlah tujuh puluh ribu orang yang dapat memasuki syurga tanpa dihisab dan tidak terkena siksa."

Kemudian Rasulullah s.a.w. bangun dan terus memasuki rumahnya. Orang-orang memperbincangkan para manusia yang memasuki syurga tanpa dihisab dan tanpa disiksa itu. Sebagian dari sahabat itu ada yang berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang telah menjadi sahabat Rasulullah s.a.w." Sebagian lagi berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang dilahirkan di zaman sudah munculnya agama Islam, kemudian tidak pernah mempersekutukan sesuatu dengan Allah." Banyak lagi sebutan (percakapan-percakapan) mengenai itu yang mereka kemukakan.

Rasulullah s.a.w. lalu keluar menemui mereka kemudian bertanya: "Apakah yang sedang engkau semua percakapkan itu." Para sahabat memberitahukan hal itu kepada beliau. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Orang-orang yang memasuki syurga tanpa hisab dan siksa itu ialah mereka yang tidak pernah memberi mentera-mentera tidak meminta mentera-mentera dari orang lain (karena sangatnya bertawakkal kepada Allah), tidak pula merasa akan memperoleh bahaya karena adanya burung-burung (atau adanya hal yang lain-lain atau ringkasnya meyakini khurafat yang sesat) dan pula bertawakkal kepada Tuhannya."

'Ukkasyah bin Mihshan al-Asadi, kemudian berkata: "Doakanlah saya (ya Rasulullah) kepada Allah supaya Allah menjadikan saya termasuk golongan mereka itu - tanpa hisab dan siksa dapat memasuki syurga." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Engkau termasuk golongan mereka." Selanjutnya ada pula orang lain yang berdiri lalu berkata: "Doakanlah saya kepada Allah supaya saya oleh Allah dijadikan termasuk golongan mereka itu pula." Kemudian beliau bersabda: "Permohonan seperti itu telah didahului oleh 'Ukkasyah." (Muttafaq 'alaih)

75. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda (dalam berdoa): "Ya Allah, kepadaMu-lah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu saya bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah (menghadapi musuh-musuh agama)." "Ya Allah, saya mohon perlindungan dengan kemuliaanMu, tiada Tuhan melainkan Engkau, kalau sampai Engkau menyesatkan diriku. Engkau Maha Hidup yang tidak akan mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati." (Muttafaq 'alaih)

Hadis di atas itu menurut lafaz Imam Muslim dan diringkaskan dalam lafaz Imam Bukhari.

76. Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma pula, katanya: "Lafaz: Hasbunallah wa ni'mal wakil, artinya: Cukuplah Allah itu sebagai penolong kita dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi, itu pernah diucapkan oleh Ibrahim a.s. ketika beliau dilemparkan kedalam api, Juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ketika orang-orang berkata: "Sesungguhnya orang-orang banyak telah berkumpul (bersatu) untuk memerangi engkau,maka takutilah mereka itu," tetapi ucapan sedemikian itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang beriman melainkan keimanan belaka dan mereka berkata: Hasbunallah wa ni'mal wakil. (Riwayat Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari pula dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma disebutkan:
Ucapan Nabi Ibrahim yang terakhir sekali ketika beliau dilemparkan ke dalam api yaitu: Hasbiallah wa ni'mal wakil artinya: "Cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi."

77. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Masuklah ke dalam syurga itu para kaum yang hatinya seperti hati burung." (Riwayat Muslim)
Artinya kata-kata di atas itu disebutkan: Bahwasanya mereka itu sama bertawakkal. Juga dapat diartikan: bahwasanya hati mereka itu lemah lembut.